Senin, 10 Desember 2012

History PLS-SEM

Pendekatan PLS dikembangkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dan statistika bernama Herman Ole Andreas Wold. Professor Herman Wold lahir pada tanggal 25 Desember tahun 1908 di Skien Norwegia. Pada tahun 1912 orang tuanya bermigrasi ke Swedia dan Ia mengecam pendidikan dasar di sana dan kemudian menjadi mahasiswa di University of Stockholm. Ia memperoleh gelar doctoral pada tahun 1938 dengan disertasinya yang berjudul “A Study in the Analysis of Stationary Time Series”. Wold kemudian pindah ke Uppsala, dan mengerjakan statistik analisis permintaan untuk pemerintah Swedia yang melahirkan sebuah buku dengan judul “Demand Analysis: a Study in Econometrics”. Bukunya ini tidak dipublikasikan karena pada saat itu terjadi perang dunia dua di Eropa, dan posisi Swedia saat itu adalah netral. Sebelum memulai mengembangkan metode PLS, Wold juga memberikan beberapa kontribusi yang penting bagi pengembangan teori. Setelah beberapa tahun, Wold menjadi Professor statistik pertama dari Uppsala University pada tahun 1942. Wold kemudian menikah dengan Anna-Lisa Arrhenius dan mempunyai tiga orang anak yaitu Svante, Maria dan Agnes. Ketiga anaknya ini juga menjadi ilmuwan.
Pada tahun 1960, Wold mulai mengembangkan metoda estimasi untuk sistem persaman simultan dengan menggunakan metode least squares. Wold kemudian melakukan studi perbedaan teknik estimasi menggunakan prosedur iterative dan Ia mengembangkan sebuah metoda khusus yang diberi nama “Fixed-Point Algorithm” atau disebut juga dengan algorithm NILES (nonlinear iterative least squares). Metoda ini menggunakan iterasi Ordinary Least Squares (OLS) untuk mengestimasi koefisien dari sistem persamaan simultan. Pada tahun 1964, Wold memperkenalkan metoda Fixed-Point dalam suatu konfrensi yang diselenggarakan di University of North Carolina. Sesudah itu Wold memodifikasi algorithm ini untuk menghitung principal component dan di perkenalkan pada tahun 1966. Algortihm ini juga diaplikasikan untuk menghitung Hotelling canonical correlations. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Chin (1998, p.297) di bawah ini
The PLS approach has its origins back in 1966 when Herman Wold presented two iterative procedures using least squares (LS) estimation for single and multicomponent models and for canonical correlation
Memasuki tahun 1967, Karl Joreskog mencoba mengembangkan analisis covariance untuk menguji hubungan kausalitas. Dan pada tahun 1970, bertepatan dengan suatu konfrensi yang diselenggarakan Duncan dan Goldberger di Madison Wiscosin, Joreskog kemudian memperkenalkan teknik analisis covariance dengan menggunakan metoda estimasi Maximum Likelihood (ML) yang berusaha meminimumkan perbedaan antara sample covariance dengan prediksi dari model teoritis yang dibangun dan melahirkan ide model persamaan struktural (structutal equation modeling). Teknik analisis ini kemudian diperkenalkan kepada Professor Claes Fornell di University of Michigan beserta teman-temannya seperti Professor Fred L. Bookstein, Professor Richard Bagozzi dan sebagainya. Fornell (1982) kemudian menyebut teknik analisis ini sebagai generasi kedua dari analisis multivariate (second generation multivariate technique) dan digunakan untuk pertama kali dalam bidang marketing.
Pada dasarnya Wold tidak setuju dengan pendekatan hard modeling yang dikembangkan oleh Joreskog untuk path modeling dengan variabel laten. Pendekatan Joreskog menuntut dasar teori yang kuat, data harus memenuhi asumsi distribusi tertentu dan jumlah sampel untuk estimasi parameter haruslah besar. Melihat hal tersebut, pada tahun 1974 Wold memperkenalkan PLS secara umum dengan menggunakan algorithm NIPALS (nonlinear iterative partial least squares) yang merupakan perkembangan dari algorithm sebelumnya yaitu NILES. NIPALS berfokus untuk maximize variabel eksogen (X) untuk menjelaskan variance variabel endogen (Y) dan menjadimetoda alternatif untuk OLS regresi. Menurut Wold dibandingkan dengan pendekatan lain dan khususnya metoda estimasi Maximum Likelihood, NIPALS lebih umum oleh karena bekerja dengan sejumlah kecil asumsi zero intercorrelation antara residual dan variabel. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Fornell dan Bookstein (1982, p.440) serta Rigdon (1998, p.278) bahwa PLS menghindarkan dua masalah serius yang ditimbulkan oleh SEM berbasis covariance yaitu improper solutions dan factor indeterminacy. Algorithm NIPALS kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh De Jong (1993) dengan sebutan SIMPLS dan mempunyai hasil estimasi yang sama dengan NIPALS.
Partial Least Squares merupakan metoda analisis yang powerfull dan sering disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen (Wold 1985). Pada dasarnya Wold mengembangkan PLS untuk menguji teori yang lemah dan data yang lemah seperti jumlah sampel yang kecil atau adanya masalah normalitas data (Wold 1982). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori (Chin dan Newsted 1999). Sebagai teknik prediksi, PLS mengasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah varian yang berguna untuk dijelaskan sehingga pendekatan estimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linear dari indikator dan menghindarkan masalah factor indeterminacy. 
Karena PLS menggunakan iterasi algorithm yang terdiri dari seri OLS (Ordinary Least Squares) maka persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah untuk model recursive (model yang mempunyai satu arah kausalitas) dan menghindarkan masalah untuk model yang bersifat non-recursive (model yang bersifat timbal-balik atau reciprocal antar variabel) yang dapat diselesaikan oleh SEM berbasis covariance.  Sebagai alternatif analisis covariance based SEM, pendekatan variance based dengan PLS mengubah orientasi analisis dari menguji model kausalitas (model yang dikembangkan berdasarkan teori) ke model prediksi komponen (Chin dan Newsted 1999). CB-SEM lebih berfokus pada building models yang dimaksudkan untuk menjelaskan covariances dari semua indikator konstruk, sedangkan tujuan dari PLS adalah prediksi. Oleh karena PLS lebih menitikberatkan pada data dan dengan prosedur estimasi yang terbatas, persoalan misspecification model tidak terlalu berpengaruh terhadap estimasi parameter. 
Model dasar PLS diselesaikan Wold pada tahun 1979. Wold kemudian menyebut ini sebagai “the basic design” (Wold 1982). PLS kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Jan-Bernd Lohmoller (1984) dalam bentuk Latent Variable Partial Least Squares (LVPLS) dan merupakan software pertama untuk PLS. LVPLS mulai digunakan secara luas pada tahun 1989 pada berbagai riset empiris. Namun sayangnya LVPLS hanya mampu berjalan pada sistem under DOS. Pada tahun 1992 tepatnya tanggal 16 February Herman Wold meninggal dunia di Uppsala Swedia, kemudian promosi PLS dilanjutkan oleh anakanya yaitu Svante Wold dan digunakan sampai sekarang dalam bidang chemometrics. Svante Wold kemudian memodifikasi algorithm PLS menjadi regularized component based regression atau dikenal juga dengan nama PLS Regression (PLS-R). PLS kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Wynne W. Chin (1998) dalam bentuk PLS-Graph, Yuan Li (2003) dalam bentuk PLS-GUI, Christian M. Ringle, Sven Wende, dan Alexander Will (2005) dalam bentuk SmartPLS, Jen Ruei Fu (2006) dalam bentuk VisualPLS (VPLS), Test dan Go (2006) dalam bentuk SPAD-PLS, Addnisoft (2007) dalam bentuk XLSTAT-PLS, serta Ned Kock (2010) dalam bentuk WarpPLS yang mampu berjalan pada sistem windows dengan graphical user interface (GUI). Sumber: Latan, H., dan Ghozali, I. 2012. Partial Least Squares: Konsep dan Aplikasi Path Modeling dengan XLSTAT-PLS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar